Orbit Tiga Mimpi

Judul : Orbit Tiga Mimpi
Penulis : Miranda Malonka 
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 380 Halaman
Cetakan Pertama, Oktober 2017
ISBN : 9786020332048
Rating : 4 dari 5




Blurb:

Alejandro, terobsesi dengan benda-benda angkasa dan bertekad menang olimpiade astronomi. Tapi, bagaimana dia bisa menang kalau pelajaran matematika justru membuatnya merana? Asterion, vokalis band yang selalu cerah ceria dan tidak pernah menangis. Tak ada yang tahu dia menyembunyikan banyak rahasia di balik suara merdunya. Angkara, senang menghabiskan waktu untuk merenung dan menulis puisi tentang bintang-bintang. Tapi, seluruh dunia ingin dia mengubah gaya menulisnya. Ketiga orang yang sangat berbeda ini dipersatukan oleh kelompok belajar yang dipilih sesuai urutan absensi kelas. Meski awalnya canggung, ketiganya menemukan diri mereka mengorbit satu sama lain. Namun, ketika perasaan saling suka melesat bagai meteor, ditambah keresahan atas identitas diri, akankah orbit mereka terus berputar atau malah hancur lebur?

***

Saya membaca novel karya Miranda Malonka sebelumnya, yaitu Sylvia's Letters, dan saya menyukainya. Gaya penceritaan di Sylvia's Letters yang tidak biasa dan jalan cerita memukau, membuat saya mengatakan bahwa ingin membaca karya lain penulis, yang penyampaian ceritanya tidak melalui media surat. Orbit Tiga Mimpi menjawab rasa penasaran saya, apakah saya bakal menikmati karya Miranda Malonka jika disajikan dengan gaya penceritaan yang normal. Hasilnya, saya suka dan puas dengan buku ini.

Orbit Tiga Mimpi menyajikan premis yang mirip dengan novel yang pernah saya baca sebelumnya, berjudul Starlight. Tanpa bermaksud membandingkan karena memang setiap buku memiliki kisahnya masing-masing, tapi kedua novel remaja ini mempunyai kisah yang sama. Tentang kesukaan dengan dunia astronomi, dan tokohnya disatukan oleh tugas kelompok. Alejandro si cowok satu-satunya dalam kelompok itu, berbagi kisah dengan Angkara alias Kara, yang mulanya dikira seorang anak laki-laki tapi ternyata perempuan, dan teman duduknya. Mereka juga berteman dengan Asterion, seorang anak perempuan lainnya, yang dari namanya saja sudah memikat Ale. 

Ketiganya memiliki mimpi. Ale dengan kecintaannya pada dunia astronomi (tapi tidak pandai matematika) dan biologi, Angkara yang memiliki kesukaan dengan puisi bertemakan alam semesta, dan Asterion yang pandai bernyanyi. Mereka mengorbit bersama, saling menggapai mimpi. Hanya saja, ketika perasaan bercampur-baur dengan persahabatan, tidak selamanya planet mereka berputar dan mengorbit.

***

"Manusia memang aneh banget. Mereka membuat rencana-rencana seolah hidup ini akan berlangsung selamanya." ---halaman 127


Saya menemukan sesuatu yang berbeda dengan novel ini. Disajikan oleh tiga sudut pandang yang berbeda, menggunakan orang pertama, membuat kisahnya dalam. Kita diajak mengintip isi kepala tiga tokohnya yang berbeda, tapi mempunyai benang merah yang sama. Ketiga karakternya menarik, dan tidak biasa. Ale yang senang mengamati dunia makroskopis dan mikroskopis, lalu Kara yang suka menulis tapi dihadapkan realita bahwa dia tidak bisa selalu menuliskan apa yang diinginkannya saja. Aster dengan segala permasalahan berkaitan dengan keluarga dan hal-hal aneh dalam hidupnya. Mereka kian dekat, untuk membuktikan pada siapa seharusnya cerita cinta ini tertambat. Lalu tentang jati diri, pencarian makna hidup, dan masa depan. Tidak selamanya tiga planet akan mengorbit bersama.

Saya pernah membaca tulisan Miranda Malonka tentang dia yang lebih senang menuliskan setting tempat secara abstrak. Seperti saat menuliskan Sylvia's Letters dia tidak menyebutkan settingnya, meskipun nuansa kota Jakarta kental di sana. Ternyata, pola serupa diterapkannya di sini. Selama membacanya, saya jadi menerka-nerka, kota manakah yang menjadi latar cerita ini. WITA, dekat pantai, langitnya bisa dengan mudah melihat bintang. Terlebih, ibu Ale yang berdarah Spanyol. Apakah setting-nya di Bali? Saya menebaknya demikian. Membuat cerita berlatar samar begini, sebenarnya membuat pembaca mengimajinasikan sendiri di mana atau bagaimana suasana yang dibangun. Bagi saya tidak masalah, justru bagian menebak-nebaknya itu yang seru.

Secara keseluruhan, kisah ini bagus. Apalagi perlakuan Ale yang memberikan hadiah tak terduga oleh siapa pun itu, benar-benar mengejutkan dan di luar kotak. Juga tentang pemberian seseorang yang ternyata dipakai untuk melihat sesuatu dengan orang yang bukan dia (ini kalau saya deskripsikan secara detail tentu akan spoiler sekali), bikin nyesek. Duh, jadi ingat bagaimana pertama kali merasakan naksir seseorang, melakukan apa pun demi menyenangkan orang yang kita sukai, lalu patah hati karenanya.

"Dengan beitu kita bisa belajar bahwa dunia ini nggak berhenti berputar untuk menontonmu menangis dan meratap. Juga, kita nggak akan bisa memaksa dunia menghapus air matamu dan mengasihanimu." ---halaman 140

5 komentar:

  1. Aku penasaran sama karya baru Miranda Malonka. Akhirnya ada yg baru :D kak nisa juga udah review. Tapi reviewnya kurang banyak, kak, hihi. Apa novel ini bakalan seheboh Sylvia's Letter ya? xD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurut aku sih lebih bagus :D dan lebih bagus lagi kalau baca sendiri =)) Ayo Fira, baca bukunya.

      Delete
  2. Terima kasih banyak untuk resensinya, kak..

    ReplyDelete

Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)