Journey to Andalusia

Judul : Journey to Andalusia
Penulis : Marfuah Panji Astuti
Penerbit : Bhuana Ilmu Populer (BIP)
Tebal Buku : 192 Halaman
Cetakan Pertama, Januari 2017
ISBN : 9786023943913
Rating : 4 dari 5




"Andalusia itu di Turki, ya?"

Tidak banyak generasi muda Muslim yang masih mengetahui jejak sejarah Andalusia. Sebenarnya, Andalusia adalah sejarah yang paripurna, negeri sejuta cahaya, tempat segala hal hebat berawal. Islam pernah menyinari negeri itu dengan ilmu pengetahuan, peradaban, dan kemanusiaan selama 800 tahun. Lebih dari 2/3 sejarah Islam ada di sana.

Kalkulus, algoritma, trigonometri, aljabar, adalah hasil pemikiran ilmuwan muslim bagi kemajuan peradaban. Tanpa penemuan-penemuan itu, tidak akan ada revolusi digital yang kita nikmati saat ini. Catatan perjalanan ini bukan sekadar menjelaskan bahwa Islam pernah berada di Andalusia, wilayah yang kini bernama Spanyol, Portugal, dan sebagian Prancis--bukan di Turki--tapi juga mengingatkan bahwa benderang itu bersumber dari Islam.

Apakah Cordoba masih berpendar cahaya? Seperti apa Mezquita? Semolek apa istana Alhambra? Semua jawabannya ada di dalam catatan ini.

***

Prolog

Apa yang kaupikirkan ketika membaca sebuah buku travel journey? Mengetahui tempat-tempat yang dituju, kekhasan kota-kota yang dikunjungi, dan juga hal menarik yang tidak didapat dari buku mana pun, baik buku sejenis atau bukan. Membaca Journey to Andalusia, bagi saya bukan hanya sekadar menjadi sebuah catatan perjalanan raga semata, melainkan membaca kisah lintas generasi, terlebih lagi tentang cerita yang berhasil menyentuh ruhani.

Buku yang bagus, menurut saya, adalah buku yang bisa membawa pembacanya masuk ke dalam perjalanan yang dilakukan oleh tokoh di dalamnya, merasakan apa yang terjadi dalam isi kepalanya, menjadi dekat dengan suasana hati mereka. Apalagi, jika buku itu sebuah catatan perjalanan.

Penulis mengantar para pembacanya untuk menjelajah negeri Andalusia dengan kemasan yang apik dan menarik. Sehingga, bagi saya selaku pembaca, bisa merasakan langsung apa yang sedang dikisahkan oleh sang penulis tersebut. Sehingga, saya akan memberikan ulasan ini dengan kalimat "perjalanan kita" alih-alih "perjalanan penulis". Karena, saya pun ingin mengajak para pembaca untuk dapat menikmati ulasan ini sama seperti ketika saya membaca buku Journey to Andalusia.

Maka, dari satu titik di peta, di benua Afrika-lah, perjalanan kita dimulai.


Maroko, si Negeri Maghribi

Ada alasan khusus mengapa penulis mengambil negara Maroko sebagai titik mula perjalanan ini. Sebuah upaya untuk menapaktilasi jejak perjuangan Musa bin Nushair dan Thariq ibn Ziyad saat menaklukkan semenanjung Iberia.

Secara umum, Maroko adalah negara bekas jajahan Prancis. Sehingga, aksen Arab di negara ini bercampur dengan Prancis. Maroko juga negeri di persimpangan Mediterania, jadi jangan heran jika penduduknya dikaruniai rupa yang menawan.

Di Maroko, banyak sekali tempat yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah Masjid Hassan II.

Masjid Hassan II (Sumber Gambar)
Merupakan ikon negara Maroko yang sangat indah. Sebagian bangunannya menjorok ke Samudra Atlantik. Luasnya mampu menampung 80 ribu jamaah. Desain interiornya yang cantik, dibangun dengan kecermatan yang tinggi dan detail yang sangat rumit. Masjid ini adalah salah satu tempat wajib yang harus dikunjungi jika pergi ke Maroko. Subhanallah, jadi kepingin shalat di sana.

Maroko menjadi saksi lahirnya para pejuang Islam yang hebat pada masanya. Prajurit-prajurit penakluk Andalusia lahir dari sana. Sebutlah panglima Thariq bin Ziyad. Tidak hanya itu saja, kekuatan iman yang telah tertancap membuat penduduknya yang memegang teguh ajaran Islam bahkan pada masa kolonial Prancis yang menduduki wilayah ini.

Masih dari wilayah Afrika tersebut, kita berkelana menuju dusun Al Qarawiyyin. Sebuah universitas tua berdiri sejak 859 M, bahkan sebelum Universitas Al-Azhar yang termasyhur, atau Universitas Oxford di Inggris. Tempat itu, kini dikenal dengan Old Medina. Banyak ilmuwan terkenal lahir dari tempat ini. Sebutlah Ibn Khaldun, atau Al Arabi.

Old Medina menawarkan sebuah tempat yang menarik. Universitas bernama Al Qarawiyyin berada di sana. Selain itu, banyak panorama warga lokal yang menarik untuk dikunjungi. 

Suasana Proses Penyamakan Kulit di Old Medina (Sumber Gambar)
Ya, tempat ini bagaikan oase untuk semua makhluk. Oase pengetahuan yang menjadi obor penerang manusia. ---halaman 47

Assalamualaikum Andalusia

Bagaimana perasaanmu ketika hendak berkunjung ke tempat yang sangat ingin kaukunjungi? Tentunya senang sekali. Selain senang, pasti kau sudah mencari tahu segala macam informasi serta tempat-tempat yang ingin dikunjungi. Lalu, setelah mendapatkan kesempatan ke sana, apa yang terjadi? Tentu kau bahagia sekali, bukan?

Namun, yang dirasakan penulis ketika menginjakkan kaki di Andalusia adalah..., sedih. Perasaan sedih itu, menguar dan menulari saya selaku pembaca Journey to Andalusia. Sebelumnya, penulis sudah melakukan beragam riset tentang tempat ini: Andalusia, bumi di mana dahulu pernah menjadi saksi kejayaan Islam di tanah Eropa, ketika bahkan negara-negara adidaya yang kita kenal sekarang masih diselimuti kegelapan ilmu pengetahuan.

Sedih itu benar-benar terasa ketika penulis menjejakkan kaki di tempat ini, Andalusia atau yang dikenal dengan nama Spanyol. Karena, bukti dan jejak peradaban Islam di sana nyaris tak bersisa. Malaga adalah kota tujuan pertama. Kota ini tertulis dalam memoar Ibn Batuta, penjelajah muslim yang pernah melakukan perjalanan ke sana.

Local guide memberikan penjelasan tentang tempat ini, yang lalu dibantah oleh penulis. Bahwa, informasi sejarah yang disampaikan menurutnya banyak yang salah. Apalagi, tentang Daulah Umayyah. Saya merasakan apa yang dirasakan oleh penulis kala itu. Bahwa, demi menghilangkan Islam hingga ke akar-akarnya, bahkan informasi sejarah pun diputarbalikkan. Betapa nyaris tidak tersisa jejak Islam selama ratusan tahun di sana. Apalagi ketika menyaksikan tempat-tempat yang dahulunya masjid berubah fungsi menjadi gereja, atau museum.

Langkah saya terhenti. Jantung saya berdegup kencang. Saya mendongak ke atas, menatap minaret tempat lonceng itu berdentang. Hati ini terasa sedih. Dulu, dari atas minaret itu pastilah sang muadzin mengumandangkan azan lima kali sehari. ---halaman 74

Alhambra, Granada, Cordoba... riwayatmu kini

Akhirnya perjalanan ini sampai pula ke Alhambra. Sebuah istana yang luar biasa indah, menjadi salah satu UNESCO World Heritage Site, yang terletak di Provinsi Granada. Alhambra adalah puncak dari teknologi, arsitektur, dan seni yang lengkap. Keindahannya tak tertandingi, bahkan saat raja Spanyol Charles V ingin membuat istana yang mirip, bangunan itu tidak bisa mengalahkan Istana Alhambra.

Istana Alhambra (Sumber Gambar)


Untuk bagian dalam istananya sendiri, benar-benar apik dan luar biasa. Ada kaligrafi di dinding Istana Alhambra, berhias tulisan Laa haula wa laa quwwata illa billah. Lalu The Nasrid Palace yang merupakan salah  satu bangunan utama dalam kompleks istana ini. 

Palacio de los Leones (Sumber Gambar)


Perjalanan menyusuri Istana Alhambra bukanlah sekadar menghadirkan diri secara fisik di sana. Namun, jauh daripada itu, turut pula mengantarkan kisah pilu kekalahan kaum muslimin yang terpaksa terusir dari sana. Kisah menyedihkan tentang janji yang tak ditepati oleh Isabella dan Ferdinand, penguasa yang memberikan mandat untuk menghancurkan pemeluk Islam hingga sama sekali tak bersisa dari tanah Granada. Sebuah perjalanan yang memilukan, ketika bukti-bukti kejayaan Islam masih berdiri dengan gagah di sana, tetapi mengandung saksi pilu tentang kondisi umat Islam pada masanya.

Sekarang kita akan menyusuri kota Cordoba. Cordoba adalah sebuah nama, namun bagi bangsa Eropa, Cordoba bagaikan alunan nada-nada indah. Di sinilah kebangkitan peradaban bermula.

Masjid Agung Cordoba menyimpan kenangan pilu nan sendu. Sebuah bangunan megah yang beralih fungsi sebagai gereja, lalu kini berubah menjadi museum. Tidak ada pahatan ayat-ayat Allah di sana, menyisakan gambar-gambar dan patung-patung. Mihrabnya bahkan berada di balik teralis besi. Terdengar kembali lonceng dari minaret yang dulunya... pasti menjadi tempat berkumandangnya azan. Betapa, sebuah perjalanan yang mengagumkan sekaligus menyayat hati.

Masjid Agung Cordoba (Sumber Gambar)

Akhir dari Perjalanan

Perjalanan kita harus berakhir, diakhiri dengan sebuah pertunjukan tari Flamenco yang sarat makna dan kesedihan. Kisah Ziryab menemani pengembaraan jiwa penulis saat menyaksikan tarian khas dari Spanyol ini.

Tak... tak... tak... tak... tak... tak...
Dentaman itu kian bertalu-talu. Gelak tawa Ziryab, timbul tenggelam, berganti dengan derap pasukan Thariq ibn Ziyad yang mengobarkan jalan jihad. Rabbana, inikah jawaban atas tanya, apa yang terjadi di Andalusia? Sudut mata saya basah. Di hari terakhir di Andalusia, saya menyaksikan Flamenco, sebuah tarian duka... ---halaman 158

Epilog

Saya sudah banyak memberikan kesan di bagian awal tulisan ini. Bahwa, perjalanan ke Andalusia tidak hanya sekadar perjalanan fisik semata. Jauh daripada itu, banyak sekali sentuhan ruhani dan napak tilas sejarah dunia tersimpan di sini. Memberikan jejak-jejak yang perlu disinggahi. Menghamparkan remah-remah roti petunjuk untuk ditafakuri. Ini bukan hanya sekadar mengenang romansa indah tentang kejayaan Islam di masa silam. Namun, sebuah kenyataan pahit tentang runtuhnya sebuah dinasti dan hilangnya peradaban sejarah manusia.

Perjalanan ini tidak hanya berbicara tentang sebuah kisah tentang agama semata. Namun, sebuah cerita tentang kemanusiaan, rasa toleransi yang besar, dan juga sebuah pelajaran berharga yang bisa kita petik hikmahnya di masa sekarang. Journey to Andalusia menjadi gerbang yang menyenangkan untuk mengenang sejarah umat manusia terdahulu. Membuat saya ingin membaca buku-buku berkenaan dengan itu. 

Tidak hanya berkisah tentang sejarah saja, layaknya sebuah buku catatan perjalanan, banyak sekali tips bermanfaat yang bisa diambil jika kita ingin berkunjung ke sana. Seperti misalnya, plus-minus bepergian dengan travel agent atau berkunjung secara mandiri. Dari segi gambaran biaya yang harus dikeluarkan, tips menarik seputar tempat-tempat yang wajib dikunjungi, tentang tour guide yang hanya bisa memandu di areanya saja, dan banyak tips menarik yang wajib diketahui di sana.


1 komentar:

  1. Buku kedua sdh terbit lho
    Journey to the Greatest ottoman
    Bisa dipesan via WA bersama tanda tangan penulisnya ke 08111 606 111

    ReplyDelete

Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)