3 (Alif Lam Mim)

Judul : 3 (Alif Lam Mim)
Penulis : Primadonna Angela
Diadaptasi Dari Skenario : Anggy Umbara, Bounty Umbara, dan Fajar Umbara
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 232 Halaman
ISBN : 9786020320946
Rating : 4 dari 5 



Blurb:

Alif, Lam, dan Mim. Tiga sahabat seperguruan yang menjalani hidup berbeda sejak Indonesia menjadi negara liberal. Alif teguh sebagai penegak hukum. Lam berkarier sebagai wartawan, memaparkan kebenaran sebagaimana yang dilihatnya. Mim tetap setia di padepokan, meski Indonesia mencurigai mereka yang beragama.

Satu demi satu konflik bergulir. Dalam situasi genting, garis antara kawan dan lawan mengabur, dan mereka bertiga harus terus berjuang demi negara, keluarga, dan sahabat yang mereka sayangi...

***

Novel ini bercerita tentang situasi dan kondisi Indonesia tahun 2034, di mana saat itu Indonesia menjadi negara liberal, pancasila sudah diubah menjadi catursila--sila pertama tentang ketuhanan sudah dihapus. Tidak boleh ada simbol agama di mana pun. Terorisme dijadikan ancaman ketahanan negara, meskipun ternyata ada skenario besar untuk menyerang satu golongan tertentu.

Teror bom yang akhir-akhir ini marak di Jakarta, membuat banyak pihak gempar. Kepolisian melakukan misi untuk mengungkap aksi terorisme ini, media mengusut kebenaran yang tidak terungkap dalam kasus ini. Sementara itu, tuduhan tentang otak di balik kejadian ini dialamatkan ke Pesantren Al Ikhlas.



Alif
Menjulang ke atas, tegak, tanpa memiliki liukan sana-sini. Tegasnya tidak bisa ditawar-tawar. Kukuh dan teguh dalam menjalani hidup. Seperti huruf hijaiyah pertama, Alif adalah pionir. Dia seorang pemimpin. Dan sebagai pemimpin, dia harus berani menegakkan kebenaran. --- Halaman 7


Alif adalah seorang penegak hukum. Karena kepiawaiannya menyelesaikan target operasi kepolisian, dia mendapatkan posisi yang cukup tinggi meskipun di atasnya masih ada petinggi-petinggi lainnya. Alif mempunyai kebiasaan untuk menyantuni istri atau keluarga korban target operasinya. Dengan bantuan Herlam, ia mendapatkan akses informasi tentang keluarga korban tersebut.


"Ini, Lam!" Alif menggenggam foto-foto itu sampai terancam remuk. "Ini yang bikin gue tetap waras! Ini yang ngejaga gua supaya tetap punya ini...!" Alif menunjuk-nunjuk dadanya. --- Halaman 47

Suatu saat, dia menemukan sebuah fakta bahwa keluarga salah satu korban ternyata adalah Laras, mantan kekasihnya tiba-tiba saja menghilang dua belas tahun lamanya. Ternyata, perasaan yang dulu masih tetap ada. Banyak hal yang belum selesai.

Alif mendapatkan sebuah pesan untuk menemui Laras di suatu tempat, Candi Cafe, tempat Laras bekerja sebagai pramusaji. Di sana, Alif mendapati sekelompok orang berpakaian seperti santri yang ditolak masuk ke dalam kafe tersebut. "NO RELIGIOUS TALKS, NO RELIGOUS OUTFITS." Begitu tulisan peringatan di kafe itu. Namun, sesuatu tidak terduga terjadi, bom meledak di tempat itu.


Alif ditugaskan untuk menyelidiki kasus itu.



Lam

Huruf hijaiiyah Lam membentuk kurva, melengkung. Dia tetap tegak, namun dia luwes. Dia fleksibel. Lam menunjukan seseorang tetap bisa memegang prinsip sekaligus baik hati dan pemurah pada sesama. --- Halaman 87


Herlam adalah seorang wartawan yang idealis. Herlam memiliki seorang istri bernama Gendis dan anak SD yang bernama Gilang. Anaknya yang cerdas mewarisi bakat d bidang IT yang diajarkan oleh Herlam.

Meskipun negara ini menganut paham liberalis, yang mengedepankan kebebasan, namun tidak ada yang namanya kebebasan dalam beragama. Banyak hal yang berhubungan dengan dunia jurnalisme yang seolah "diatur" oleh kepentingan tertentu. Banyak kasus yang ingin ditangani secara objektif oleh Herlam, namun ketika adaberita-berita yang sensitif, Herlam justru ditugaskan untuk meliput berita di daerah.


Saat kejadian pemboman terjadi, pihak kepolisian membuat press release yang terkesan terburu-buru, tanpa ada penelitian lebih lanjut. Mereka menyatakan bahwa Pondok Pesantren Al-Ikhlas adalah otak dibalik serangan ini, karena ditemukan parfum yang menjadi ciri khas pesantren itu.


Herlam memiliki kecurigaan tentang kasus ini, dan diam-diam ia menyelidikinya sendiri.



Mim
Mim, huruf hijaiyah yang membentuk lingkaran. Menandakan kesempurnaan. Manusia bisa dikatakan mendekati sempurna kalau dia menerima dirinya sebagai insan yang tunduk di hadapan Tuhannya, kalau dia ikhlas hidup dan matinya hanya untuk Allah semata, kalau yang dia cari dalam hidupnya adalah keadaan berpulang pada-Nya dalam keadaan husnul khotimah. --- Halaman 143

Berbeda dengan kedua kawannya yang lain yang memilih karir di luar pondok, Mimbo bertekad untuk meneruskan perjuangannya di pondok pesantren yang membesarkannya sewaktu kecil.

Di tengah prasangka yang negatif terhadap agama terutama Islam, kehadiran pondok pesantren ini menjadi ancaman bagi orang-orang yang mempunyai kepentingan. Mimbo membantu KH Mukhlis yang merupakan pimpinan pondok pesantren ini. Di sini, mereka tidak hanya belajar agama saja, namun juga beladiri. Di tempat ini pula dulunya Alif, Lam, dan Mim dibesarkan dan belajar banyak hal. 


Peristiwa pemboman yang terjadi di Jakarta akhir-akhir ini dialamatkan pada pesantren ini sebagai pihak yang bertanggung jawab.


Sampai di satu masa, ketiganya yang merupakan kawan, dihadapkan pada posisi sebagai lawan.



***

Saya teringat dengan sebuah pertanyaan di buku Bulan Terbelah di Langit Amerika; Would the world be better without Islam? Di novel ini, mungkin akan muncul pemahaman yang sama meskipun dalam lingkup yang berbeda; Apa yang terjadi dengan Indonesia tanpa agama?

Sebuah penggambaran distopia futuristik yang mencengangkan, karena deskripsi yang ada di novel ini melekat sekali dengan keadaan Indonesia. Dan, mau tidak mau, saya harus mengakui bahwa ada banyak hal yang terjadi saat ini, yang mungkin saja akan terjadi sepuluh-dua puluh tahun ke depan. Miris, benar-benar miris pokoknya. 


Jadi, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi apabila sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" dihapuskan dan pancasila hanya menjadi catursila? Indonesia akan menjadi negara liberal. Semua simbol agama dihapuskan, tidak ada lagi yang boleh berbangga diri dengan atribut agama yang dikenakan. Tidak boleh berhijab, tidak boleh mengenakan kalung salib (untuk umat Kristiani). Banyak rumah ibadah yang beralih fungsi menjadi gudang. Ini sebenarnya bukan hal yang baru. Saya jadi teringat berita yang lumayan marak beberapa waktu lalu di Perancis, atau kisah pelarangan hijab di Turki sebelum era Erdogan berkuasa. Saya memang lemah dalam hal politik atau berita luar negeri, tapi cukup mengetahui berita-berita itu di permukaannya saja. Membayangkan hal tersebut terjadi di Indonesia rasanya..., naudzubillah, semoga tidak terjadi.


Novel ini membuat imajinasi berkelana untuk membayangkan bagaimana jadinya jika itu memang benar-benar terjadi. Sekarang saja, banyak tanda-tanda yang mengarah ke sana. Misalnya tentang media yang digunakan pihak tertentu untuk melancarkan propaganda, bias terjadi untuk mengetahui mana yang benar mana yang salah, dan beberapa peristiwa (terorisme yang dialamatkan kepada Islam, pelarangan hijab, atau upaya menggagalkan perda syariah di wilayah-wilayah tertentu). Serem banget ya Allah. 


Dan saya juga penasaran pada akhirnya, mengapa film ini begitu cepat turun layar di bioskop-bioskop Indonesia. Apakah benar karena sepinya peminat atau....


Sebenarnya novel ini saya beri rating 3,5. Tapi karena saya ingin banyak orang membaca dan tertarik dengan buku ini, jadi saya bulatkan bintangnya ke atas.


Pengantin Pengganti

Judul : Pengantin Pengganti
Penulis : Astrid Zeng
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 264 Halaman
ISBN : 9786020325835
Rating : 3 dari 5 




Blurb: 

Nico, dokter muda dari keluarga dokter terkenal yang dijodohkan dengan Beatrice, mengatakan rencananya yang hanya akan menikahi Beatrice selama setahun. Nico yakin bahwa tunangannya, yang pergi dua bulan menjelang pernikahan mereka, akan kembali. Jadi, ia hanya memerlukan wanita yang mau menjadi istri pengganti untuk membuat keluarganya tidak malu dan menekannya terus-menerus untuk melupakan tunangannya.

Di sisi lain, Beatrice sudah gerah dengan sikap orangtuanya yang terlalu protektif kepada dirinya maupun kedua adik perempuannya. Ia memutuskan bahwa setahun bersama Nico berarti membuka pintu kebebasan dari kekangan orangtuanya.

Tanpa berpikir panjang, Beatrice menyetujui tawaran Nico. Ia tidak pernah membayangkan, menjadi pengantin pengganti bagi Nico malah membuatnya tertarik kepada suaminya. Apa yang harus Beatrice lakukan? Haruskah ia memanfaatkan waktu selama setahun ini untuk berusaha merebut hati suaminya? Akankah Benita, tunangan Nico, benar akan kembali sesuai keyakinan Nico? 

***

Beatrice seorang gadis muda yang masih menyimpan sifat kekanak-kanakannya, suatu malam bersama kedua adik perempuannya pulang larut malam karena menonton konser. Mereka dihukum orangtuanya, namun nasib kurang menyenangkan datang kepada Beatrice karena hukuman baginya adalah sebuah perjodohan yang memang sudah diatur sebelumnya.

Dokter Ojong, sahabat karib kedua orangtuanya memiliki seorang anak lelaki lajang, dokter, yang membutuhkan seorang wanita untuk dijadikan istri. Alhasil, keduanya dipertemukan untuk membicarakan soal perjodohan.

Ternyata, sebuah rencana telah disusun dengan begitu cepatnya karena pernikahan mereka akan berlangsung dua bulan setelahnya. Ada sebuah cerita tentang kisah cinta Nico yang tidak menyenangkan, bahwa ia ditinggal pergi oleh tunangannya tepat di saat persiapan pernikahan sedang dilaksanakan. Dan ternyata, Beth--panggilan Beatrice--menyetujui pernikahan kontrak ini dengan alasan..., Beth akan terlepas dari pengawasan orangtuanya selama rentang waktu pernikahan pura-pura itu, sampai saat di mana mantan kekasih Nico kembali untuknya.

Apa yang terjadi selama setahun pernikahan kontrak itu? Apakah kemudian akan muncul perasaan cinta di antara keduanya? Apalagi setelah melakukan bulan madu di Bali. Dan bagaimana nasib pernikahan yang tidak dilandaskan cinta tersebut?

***

Jadi saya baca buku ini kurang dari dua belas jam. Jam sebelas malam saya mulai baca, eh nggak kerasa sampai jam dua. Kalau nggak ingat harus masuk hari ini mungkin semalam tembus sampai habis. Tapi toh pagi tadi langsung saya lanjutkan lagi dan selesai.

Mulanya saya nggak suka sama cerita di buku ini, yaaa di awal-awal bab lah. Kerasa banget ceritanya kayak plot sinetron. Cerita masa kecil yang diculik dan lolos dari drama penculikan, lalu semudah itu menikah dengan orang yang tak dikenal dengan seperangkat kontrak pranikah yang menurut saya sebagai seorang perempuan... nggak banget. Mungkin karena saya dan si Beth punya pandangan dan cara menyikapi yang berbeda seputar pernikahan yang membuat saya tidak setuju (atau tidak semudah itu setuju) mengatur pernikahan pengganti yang segitunya dengan alasan apa pun. Kok kayak gampang banget sih, kok gitu sih, kok Beth bisa gampang berpikir begitu, dan lain sebagainya. Tapi ternyata di tengah novel ini cukup asyik juga (buktinya sampai saya bacanya aja lupa waktu begitu).

Selebihnya apa ya, ya gitu deh. Cukup seru, cukup kesal sama si Benita itu (kenapa namanya harus Benita? Mengingatkan saya pada sesuatu, hahaha). Kesal juga sama si Nico. Yang artinya, saya lumayan suka. Adegan kipas-kipas kayaknya ada nggak ada nggak ngaruh sama plot utama sih jadinya ya, biasa aja (apanya =))) #heh).

Sekian review singkat saya sebelum move on ke kantor di tengah hujan deras pagi ini. Hmmm, jadi pengin baca Amore lain kan? *lirik buku yang masih bersampul plastik* *lirik buku lain uang belum selesai di baca*



Where Rainbows End

Judul : Where Rainbows End
(Love, Rosie)
Penulis : Cecelia Ahern
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 632 Halaman
ISBN : 9789792297898
Rating : 5 dari 5 




Blurb:

Mulai dari anak-anak nakal sampai menjelma remaja pemberontak, Rosie dan Alex selalu bersama. Sayangnya, di tengah-tengah serunya masa remaja, mereka harus berpisah. Alex dan keluarganya pindah ke Amerika.

Rosie benar-benar tersesat tanpa Alex. Namun, pada malam sebelum dia berangkat untuk bersama kembali dengan Alex, Rosie mendapat kabar yang akan mengubah hidupnya selamanya, dan menahannya di tanah kelahirannya, Irlandia.

Meski demikian, ikatan batin mereka terbukti sanggup melewati suka-duka kehidupan masing-masing. Tetapi, keduanya tidak siap menghadapi perubahan lain yang terjadi di antara mereka: Cinta.

***






***

Bagi penikmat film Love, Rosie, membaca novel aslinya benar-benar menguras emosi. Apalagi, saya keburu nonton filmnya duluan baru baca novel ini. Ya ampun, astaga, ceritanya begitu complicated, teramat-sangat-jauh lebih kompleks ketimbang filmnya yang sudah benar-benar kompleks dan bikin baper.

Ini kisah persahabatan sejak kecil, tentang saling mengingkari perasaan masing-masing, takut bahwa fakta keduanya saling jatuh cinta akan merusak persahabatan itu. Ada saja halangan yang merintang, banyak sekali kejadian tak terduga yang membelokkan cerita hidup antara Alex dan Rosie. Mulai dari saat di mana Rosie akan melanjutkan langkah baru dalam kehidupan perkuliahannya, dia mendapatkan sebuah fakta bahwa Rosie hamil. Impian akan pergi ke Boston untuk melanjutkan kuliah harus berhenti di tengah jalan, dan dia harus merelakan Alex untuk kuliah di kota itu tanpa dirinya. Sementara Rosie, harus melewati kehidupan barunya sendirian, bersama Katie, anak perempuannya.

"Justru di saat kau merasa semuanya berjalan lancar, di saat kau akhirnya mulai merencanakan sesuatu, bersemangat menyongsong sesuatu, dan merasa kau tahu ke mana akan arah yang kautuju, tiba-tiba saja jalan itu berubah, tanda-tanda berbalik, angin berubah arah, utara mendadak jadi selatan, timur jadi barat, dan kau pun tersesat. Begitu mudah kehilangan arah, kehilangan petunjuk." --- Halaman 63

Sebagai seseorang yang pernah merasakan bagaimana mempunyai sahabat laki-laki yang begitu akrab (meskipun tidak selama cerita Alex dan Rosie), membaca kisah ini membuat saya merasakan nostalgia sekaligus merasakan perasaan getir di waktu yang bersamaan. Bagaimana dalam kurun waktu tertentu kisah persahabatan Alex-Rosie ini harus menghadapi masa-masa di mana komunikasi hanya dilakukan seformal mungkin, padahal biasanya begitu akrab hingga apa saja diceritakan dan dibagi. Astaga, jadi teringat masa lalu wakakaka. (Dan saya sedikit cemburu saat Alex dan Rosie baikan lagi sementara saya dan mantan sahabat itu masih belum lepas dari kecanggungan ini hahahaha =)) T_T)

"Sekarang Alex sudah menikah, Rosie. Lupakan dia dan bahagiakan dirimu!" --- Halaman 155

Gaya bercerita yang unik, menjadikan ini nilai plus plus plus plus bagi novel ini. Well, ini novel Cecelia Ahern kedua yang saya baca setelah sebelumnya saya berhasil terpikat dengan One Hundred Names. Saya heran, bagaimana penulis bisa mengaduk-aduk perasaan pembaca hanya dengan penggalan-penggalan percakapan yang terjadi antartokohnya. Semua kalimat langsung, tidak pakai narasi, kecuali bagian epilog. Bagaimana plot terjalin tanpa ada hole karena kisah ini berdasarkan korespondensi via surat, chat, email, kartu, dan berbagai media penulisan lainnya, membuat saya berdecak kagum. Mungkin penulis Sylvia's Letters mendapat inspirasi dari novel ini? Hehehe, mungkin saja lho ya. 

Jalan ceritanya? Ini jauh lebih rumit ketimbang film Love, Rosie (oh tadi saya sudah sampaikan yang ini). Yang jelas, usia tokohnya pada ending cerita ini milyaran tahun lebih lama dari ending di filmnya (bercanda). Jadi, bisa dibayangkan bahwa kisah ini jauh lebih rumit ketimbang versi film. Saya sedih kenapa harus nonton filmnya dulu baru baca novelnya karena, seharusnya saya baca dulu kisah rumitnya baru dengan bahagia menikmati "versi simpel" dari cerita ini di filmnya. Eh, tapi nggak sedih-sedih banget sih karena sepanjang baca cerita ini jadi bayangin Lily Collins dan senyum manis dan lesung pipinya Sam Claflin.

Mungkin orang akan menganggap cerita ini menye-menye, atau apalah-apalah. Tapi, jauh daripada kesan itu, saya menangkap ada kisah perjuangan untuk menghadapi kehidupan yang gagal, kisah cinta yang gagal, lalu berusaha bangkit dan menata ulang kehidupan meskipun tanpa cinta dan cita-cita di sana. Sebagai seseorang yang pernah gagal, membaca dan menonton kisah ini, membuat saya menemukan secercah harapan untuk memandang segala sesuatunya jadi lebih baik lagi, dengan cara yang unik.

"Kau membutuhkan seseorang yang bisa membantumu meraih semua impian, yang bisa melindungimu dari rasa takut. Kau membutuhkan seseorang yang akan memperlakukanmu dengan penuh hormat, mencintai setiap hal dalam dirimu, terutama kekurangan-kekuranganmu. Seharusnya kau berpasangan dengan orang yang bisa membuatmu bahagia, sangat bahagia, luar biasa bahagia." --- Halaman 200

Terima kasih untuk kesannya yang begitu mendalam pada kisah ini. Rosie, saya, dan juga semua orang yang tengah berjuang untuk menghadapi ujian kehidupannya masing-masing, hanya tinggal menunggu waktu kapan kebahagiaan itu akan datang menghampiri. :)



Persona

Judul : Persona
Penulis : Fakhrisina Amalia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 248 Halaman
ISBN : 9786020326290
Rating : 4 dari 5 


Blurb:


Namanya Altair, seperti salah satu bintang terang di rasi Aquila yang membentuk segitiga musim panas. Azura mengenalnya di sekolah sebagai murid baru blasteran Jepang yang kesulitan menyebut huruf L pada namanya sendiri.

Azura merasa hidupnya yang berantakan perlahan membaik dengan kehadiran Altair. Keberadaan Altair lambat laun membuat perasaan Azura terhadap Kak Nara yang sudah lama dipendam pun luntur.

Namun, saat dia mulai jatuh cinta pada Altair, cowok itu justru menghilang tanpa kabar. Bukan hanya kehilangan Altair, Azura juga harus menghadapi kenyataan bahwa orangtuanya memiliki banyak rahasia, yang mulai terungkap satu demi satu. Dan pada saat itu, Kak Nara-lah tempat Azura berlindung.


Ketika Azura merasa kehidupannya mulai berjalan normal, Altair kembali lagi. Dan kali ini Azura dihadapkan pada kenyataan untuk memilih antara Altair atau Kak Nara. 


***

Kita tidak bisa mengatakan kita berteman dengan seseorang karena kita menganggap orang itu teman. Karena... bisa jadi orang itu tidak menganggap demikian, atau bahkan malah tidak mau berteman. --- Halaman 19

***


Azura adalah seorang gadis SMA yang penyendiri. Bisa dibilang, Azura adalah gadis yang tidak mempunyai teman. Keluarganya berantakan, ayah dan ibunya tidak lagi memberikan kehangatan yang sebagaimana mestinya sebuah keluarga normal. Namun, suatu hari, kehadran seorang anak lelaki keturunan Jepang di sekolahnya membuat segalanya berjalan dengan lebih baik. Namanya Altair Nakayama, namun Azura senang memanggilnya dengan Ata.

Di sisi lain, Azura menyimpan rasa suka pada kakak kelasnya, Kak Nara, yang pernah menolongnya sekali saat Azura masuk ke dalam lubang. Azura senang mengamati Kak Nara dari jauh, diam-diam mengamatinya sedang bermain sepak bola. Tapi, tidak ada keberanian dalam diri Azura untuk sekadar menegurnya.

Kehidupan Azura yang suram menjadi berwarna semenjak Ata hadir dalam kehidupannya. Perlahan Azura bisa melupakan perasaannya dengan Kak Nara. Ata, selalu ada untuknya bahkan di saat-saat yang tidak biasa. Dengan Altair, Azura merasa dicintai dan begitu berharga, di tengah konflik yang mendera keluarganya dan lingkungan yang ia rasa tidak menerimanya.

Namun tiba-tiba saja, Altair menghilang. Azura merasa seperti kehilangan arah. Untuk beberapa waktu lamanya, ia merasa patah hati. Tapi hidup harus terus berjalan. Azura masuk ke dalam dunia perkuliahan, dan di sana dia menemukan seorang gadis yang mau menerimanya sebagai teman. Kak Nara, yang kuliah di kedokteran pun memberi warna tersendiri dalam kehidupan Azura yang baru.

Di saat segala sesuatunya mulai berjalan dengan normal, tiba-tiba Altair muncul lagi ke dalam kehidupannya. Ini tentu saja membuat Azura menjadi bimbang. Namun setelahnya, satu per satu rahasia kehidupan Azura mulai terkuak.

***

Mau cerita sedikit. Sebenarnya saya sangat penasaran dengan novel ini, karena review dan respon para book-blogger yang bagus sekali padanya. Berkali-kali ikutan giveaway, tapi nggak ada yang nyangkut juga, akhirnya saya memutuskan untuk menunggu saja buku ini sampai di Gramedia Samarinda (yang tentu saja, memakan waktu menunggu lebih lama). Mau beli online, tapi ongkos kirimnya amit-amit. Lalu saya menang sesuatu yang hadiahnya voucher buku, langsung saja saya pilih buku ini. Tapi karena dicampur buku lain juga dan lagi-lagi kendala ongkos kirimnya yang amit-amit itu tadi, akhirnya nggak jadi beli buku ini via online lagi. Berkali-kali saya ngecek Gramedia (yang nyaris tiap hari!) belum dapat juga. Akhirnya di suatu Sabtu, saya nemu juga dan nggak pakai pikir dua kali langsung beli.

Biasanya, kalau sudah begini, mau tidak mau saya akan menaikkan ekspektasi sehingga kalau ada yang tidak sreg sedikit saja, akan langsung membuat kecewa. Tapi kesan pertama saat membaca novel ini..., gaya penulisannya asyik, saya langsung suka. Dari segi plot, saya juga belum menemukan kekecewaan di sana. Untuk penokohannya sendiri, juga cukup kuat. Menarik.

Lalu saya menemukan satu dua spekulasi saat sudah sampai ke tengah cerita. Saya menyebut ini sebagai "remah roti" yang langsung bisa saya tangkap maksudnya. Jadi, saya tinggal menanti-nanti apakah spekulasi saya itu terbukti benar atau menjadi plot pengecoh. Dan ternyata, prediksi saya benar =)) #semacambangga hehehe.

Saya juga yakin, upaya penulis dalam melakukan riset seputar banyak hal yang menjadi plot utama di novel ini tidak main-main. Sampai saya jadi ikut-ikutan googling tentang makna "Persona" dan kaitannya dengan ilmu psikologi.

Satu hal yang saya suka, ketika penulis mengangkat kultur budaya lokal di dalam ceritanya. Pada mulanya, saya kira setting Palangka Raya yang dibawa oleh penulis tidak membawa pengaruh apa-apa dalam novel ini, kayak..., mau di Jakarta atau Palangka Raya, atau mana pun rasanya nggak ada bedanya. Tapi ternyata, saat penulis mengangkat tentang Festival Isen Mulang, kekhawatiran saya itu jelas tidak terbukti. Apalagi, saat penulis mengangkat isu asap pekat yang menimpa Kalimantan tahun kemarin. Wow, ini benar-benar tidak terprediksi. Penulis benar-benar jeli untuk mengangkat isu lokal dalam ceritanya! Sebagai warga Kalimantan yang turut merasakan dampaknya juga--meskipun tidak terlalu besar dampaknya seperti di Palangka Raya--rasanya ikut tergugah dan sedih-senang-sedih saat isu itu diangkat kembali. 

Good job. Ekspektasi saya tidak salah tempat. Dan sejauh ini, Persona adalah novel Young Adult favorit saya :) 




The Broker

Judul : The Broker
Penulis : John Grisham
Penerjemah : Siska Yuanita
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 600 Halaman
ISBN : 9789792227031
Rating : 4 dari 5 


Blurb:

Pada jam-jam terakhirnya di Oval Office, Presiden yang sudah lengser memberikan pengampunan hukuman yang kontroversial kepada Joel Backman, seorang power broker yang telah menghabiskan enam tahun terakhir dalam penjara federal. Backman, pada masa jayanya, diduga telah mendapatkan teknologi rahasia sistem satelit pengintai yang canggih, yang tak diketahui siapa pemiliknya.

Diam-diam, Backman diselundupkan ke luar negeri, diberi nama baru, identitas baru, dan tempat tinggal baru di Italia. Rencananya, bila Backman sudah mapan dalam kehidupan barunya, CIA akan membocorkan keberadaannya kepada pihak-pihak yang memburunya: Israel, Rusia, Cina, dan Arab Saudi. Kemudian, CIA tinggal ongkang-ongkang, menonton siapa yang akan membunuh Joel Backman terlebih dulu dan dengan demikian mengetahui siapa pemilik sistem satelit itu.

Joel Backman, si umpan, harus lari menyelamatkan diri ke seluruh penjuru Italia, membawa serta rahasia teknologi intelijen paling canggih dalam genggamannya.

***

Kau membawa sebagian masa lalu bersamamu, tak peduli sepahit apa kenangan itu. --- Halaman 99

***

Joel Backman, pada masa kejayaannya, dikenal dengan julukan Sang Broker, karena pekerjaannya sebagai pengacara dengan kemampuan perantara kepada pihak-pihak penting di negaranya, Washington D.C.. Namun insiden terjadi, saat dirinya memfasilitasi tiga orang pemuda dengan kemampuan di atas rata-ratanya yang menangkap pergerakan satelit Neptunus. Proyek yang dinamakan JAM ini disinyalir bernilai miliaran dolar.

Semua orang yang terlibat dalam proyek itu tewas secara misterius, sementara Backman mengambil posisi aman dengan menyelamatkan dirinya dengan mengaku sebagai tersangka. Ia dikenakan hukuman 20 tahun penjara. Semua yang berhubungan dengan dirinya--firma hukum serta kehidupan anaknya--hancur berantakan karena pengakuan itu.

Selang enam tahun kemudian, Presiden Morgan, beberapa jam sebelum masa jabatannya berakhir, mengambil langkah tidak terduga dengan memberikan pengampunan kepada beberapa orang terpidana, salah satunya adalah Backman. Pengampunan pada pria itu sebenarnya atas desakan CIA, yang berniat menjadikan Backman sebagai umpan agar mereka dapat menemukan siapakah dalang di balik kepemilikan satelit tersebut, serta pihak mana saja yang berkepentingan di sini.

Backman dipindahkan ke Italia, diberi identitas baru sebagai Marco Larezzi. Agen lapangan CIA memantau pergerakan Backman setiap waktu. Dia juga diberikan kursus privat bahasa Italia sebelum pada akhirnya dilepas sendirian. Backman menjalani kehidupannya dengan kontrol ketat, membuatnya tidak bisa berkutik atau bahkan meminta pertolongan dari pihak luar. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan sebuah instruksi agar ia seminimalisir mungkin meninggalkan jejak.

Ketika saatnya tiba, pihak CIA akan memberikan bocoran dan kisikan pada berbagai pihak, tentang tempat keberadaan Backman. Lalu mereka akan menunggu, siapa yang akan membunuh Backman sehingga akan terungkap tentang rahasia intelijen negara tersebut.

***

The Broker adalah sebuah novel keren dengan penulisan dan plot yang rapi. Ini adalah novel kedua dari John Grisham yang saya baca setelah The Runaway Jury. Jika di novel sebelumnya nuansa hukum dan persidangan begitu kental, The Broker lebih mengusung cerita tentang spionase dan upaya pelarian seorang pengacara merangkap sebagai pihak penghubung kepada orang-orang penting di negaranya. Novel ini sebenarnya tidak begitu terasa thriller-nya tapi benar-benar membuai pembaca untuk menikmati cerita petualangan Joel Backman dalam proses "menghilang"-nya. 

Pada dua ratusan halaman di awal, John Grisham benar-benar membangun plot utama dengan rapi, terkesan minim konflik, namun tidak membosankan. Justru pembaca akan dihadapkan dengan sebuah cerita di balik pelarian Backman, dengan kehidupannya yang didominasi dengan aktivitas belajar bahasa serta berjalan kaki menyusuri kota. Di sini, pembaca dimanjakan dengan penyajian informasi serta deskripsi tentang kota Bologna yang disampaikan melalui sudut pandang seorang pemandu turis--yaitu Francesca, salah satu guru privat Backman. Jadi menambah pengetahuan pembaca tentang tempat baru lagi di daratan Eropa yang cantik dan ramah.

Ceritanya tidak monoton, karena selain untuk membuka satu demi satu informasi terkait plot utama, kisah lainnya pun patut disimak juga. Seperti misalnya, bagaimana kebiasaan orang-orang Italia, tentang jadwal minum cappuccino yang biasanya tidak lagi dipesan setelah jam setengah sebelas pagi, namun kalau mau minum espresso bisa kapan saja. Tentang bahasa-bahasa Italia sederhana seperti buon giorno yang artinya apa kabar, grazie artinya terima kasih, dan masih banyak lagi.

Satu hal yang membuat saya takjub adalah bagaimana Backman membangun strategi untuk menghubungi pihak luar. Benar-benar tidak pernah diprediksi sebelumnya! Keren.

Empat bintang saya berikan untuk novel ini.



Replay

Judul : Replay
Penulis : Seplia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 216 Halaman
ISBN : 9786020323190
Rating : 3 dari 5 



Blurb:


Nada pernah berjanji tidak akan membiarkan orang lain bunuh diri. Tapi sejak mengenal Audy, ia kehabisan akal dalam menepati janji tersebut. Audy, gadis yang berulang kali mencoba bunuh diri itu, begitu penuh kejutan.

Ujian tari membuat Nada terpaksa meminta bantuan Nino, pacar Audy, untuk mengiringi komposisi tariannya. Ia tidak memahami perasaan hangat yang timbul setiap melihat pemuda itu bernyanyi sambil memainkan jemari di tuts piano. 

Nada tidak menyadari bahwa secara perlahan kehadirannya mengganggu hubungan Nino dan Audy. Perlahan, Nada menjadi orang yang ia benci. Seperti wanita yang merebut ayahnya dan membuat ibunya bunuh diri.


Dapatkah Nada menepati janji?

***

"Tetapi, kamu juga harus sadar bahwa tidak ada manusia yang benar-benar lurus jalan hidupnya di dunia ini. Tidak ada orang yang sepenuhnya jahat dan sepenuhnya baik. Setiap kita memiliki kedua sifat itu, hanya kadarnya yang berbeda." --- Halaman 197

***

Nada baru saja menempati apartemen kosong di sebelah apartemen Audy. Baru saja tinggal di sana, dia sudah mendapati perangai tidak menyenangkan dari tetangganya itu. Audy memiliki kebiasaan buruk suka bunuh diri. Ini membuat Nada gusar karena ibunya meninggal karena bunuh diri. Nada bertekad untuk tidak membiarkan Audy melakukan hal konyol itu karena, dia merasa, bahwa dirinya tidak bisa mencegah apa yang pernah menimpa ibunya dulu.

Nino, pacar Audy, adalah seorang vokalis band. Atas dasar rasa bersalahnya terhadap Audy lah yang membuat ia bertahan menjalani hubungan dengan gadis itu.

Karena intensitas pertemuannya dengan Nada, dan juga kesamaan pemahaman tentang musik, membuat keduanya memutuskan untuk diam-diam berteman akrab. Apalagi, Nino membantunya dalam ujian tari yang membuat Nada merasakan gejolak yang tidak biasa kepada pria itu.

Nada kemudian merasa bahwa posisinya salah. Kisah dirinya yang merasa menjadi orang ketiga di antara hubungan Audy dan Nino, membuatnya harus becermin dengan situasi yang dibencinya. Sang ibu bunuh diri karena ada orang ketiga dalam hubungan orangtuanya. Diana, sosok yang akan menggantikan posisi ibunya itu, adalah seseorang yang dibencinya. Nada merasa bimbang karena pada akhirnya dia merasa sudah menjadi orang seperti Diana.

***

Membaca novel ini, rasanya saya seperti sedang naik roller coaster. Ada masanya saya begitu menyukai ceritanya sampai ingin memberikan bintang lima, ada pula saatnya saya tidak begitu menyenanginya hingga pengin memberi bintang dua saja. Secara keseluruhan, saya suka ceritanya, meskipun tokoh-tokohnya tidak menyenangkan. Sebenarnya, yang membuat saya suka atau tidak suka dengan satu tokoh bukanlah karena karakter itu lovable atau tidak. Karakter menyebalkan akan disukai kalau disampaikan dengan baik dan logis. Apalagi jika pembaca mengetahui sebab-musabab mengapa dia menjadi orang yang tidak menyenangkan begitu.

Saya tidak begitu masalah dengan bagaimana karakter ini berkembang, juga tidak mempermasalahkan apa yang disampaikan penulis di awal tentang karakter-karakternya. Saya suka dengan Nada, suka sekali hingga saya bisa merasakan bagaimana perasaan dia waktu melihat adegan Audy dan Nino di depan matanya. Dan sepertinya memang hanya Nada yang saya sukai. Lainnya tidak.

Sekarang mau bahas Nino. Nino adalah salah satu karakter yang membuat saya kecewa. Saya bisa menduga bahwa ada sesuatu yang membuat Nino terpenjara dalam kehidupan cinta bersama Audy. Saya menebak-nebak, dan ternyata tebakan saya benar. Tapi, ini justru membuat saya mengernyitkan dahi. Saya berharap bahwa alasan itu jauh lebih dramatis dari yang saya duga. Oh well, kok kesannya saya yang jahat ya sampai "menganggap remeh" apa yang dialami Audy dan masa lalunya dengan Nino? =)) Tidak, di sini saya hanya berusaha memosisikan diri sebagai pembaca yang menimbang-nimbang sebab-akibat. Atas akibat yang menimpa Nino, rasanya sebabnya kurang sebanding.

Saya lalu berpikir, dan memiliki teori. Ada dua alasan yang menyebabkan seseorang terjerat dalam penyesalan dan kubangan masa lalunya yang kelam. Pertama, karena dia merasa bersalah pada korban, dan kedua karena dia merasa bersalah pada diri sendiri. Mungkin, penyesalan yang dialami Nino ini lebih kepada alasan yang kedua, karena ternyata apa yang dilakukannya itu juga akan merusak dirinya sendiri. Nah, tapi, Nino ini bodoh. Sudah tahu kelakuan Audy begitu, kenapa dia tidak melakukan hal lain yang lebih rasional alih-alih merugikan dirinya sendiri? Misalnya, ngomong ke orangtua Audy dan meminta mereka memikirkan solusi yang tepat, gitu? Masa sih orangtua Audy udah sebegitu menyerahnya sama kelakuan anaknya yang--maaf--psycho sampai mengancam jiwanya seperti itu? Kan pada akhirnya si Nino sendiri yang "sakit" juga.

Lalu tentang Audy. Satu kata untuk Audy adalah..., pathetic. Yang saya heran, kenapa responnya terhadap hubungan Nada-Nino kok lambat banget ya? Padahal, untuk kasus ancaman bunuh diri sebelum ini, sepertinya dia begitu mudah mencoba mengakhiri hidupnya hanya karena si cowok berdekatan dengan si ini dan situ. Dari awal juga dia sudah mencium gelagat aneh dengan Nada-Nino kan ya? Hmmm. Ending untuk Audy menurut saya kentang. Antiklimaks.

Oke, itu saja tentang karakter-karakternya. Dan karena tokoh dalam cerita ini tidak banyak, jadi permasalahan saya rasa cukup terfokus. Saya juga suka dengan gaya bahasanya yang mengalir dan enak. Overall, tiga bintang saya kasih semuanya untuk character building-nya si Nada.

Oh ya, saya suka dengan Ken. jadi, untuk menutup review ini, saya akan berikan satu kalimat dari Ken untuk Nada yang manis sekali:

"Jangan pesimistis akan cinta, Nada. Untuk mendapatkan cinta yang bertahan sampai akhir hayat itu tidak datang dengan sendirinya, melainkan diciptakan bersama." --- Halaman 204

Jake & Melly

Judul : Jake & Melly
Penulis : Anna Anderson
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 248 Halaman
ISBN : 9786020316741
Rating : 4 dari 5 



Blurb:


Dulu, hidup terasa sempurna bagi Melly. Memiliki pekerjaan yang diimpikan dan masa depan yang cerah. Memiliki Ricky, tunangan yang sempurna, dan mereka sedang merencanakan pernikahan. Tapi, benar kata pepatah: Tidak ada hal yang sempurna. Cobaan datang, dan detik berikutnya Melly mendapati dirinya tinggal di apartemen, sendirian, tanpa pekerjaan. Ricky menghilang tanpa kabar.


Tapi di mata Jake Stewart, Melly selalu tampak sempurna. Hanya saja, kedua mata indah Melly yang menyorotkan duka dan rahasia itu mengganggunya.

Ketika rahasia Melly terbongkar, Jake telanjur jatuh cinta. Maka ketika Ricky datang kembali dan Melly menerimanya, hanya satu pilihan yang tersisa untuk Jake: Mengejar Melly.

Bagaimanapun, kisah ini tentang Jake dan Melly. 

***


"Kamu cantik dan baik, Melly. Pintar masak pula. Kalau kamu ingin mengganti cermin di kamarmu, kasih tahu aku. Akan kugeledah seisi Jakartau untuk mencari cermin yang tidak buta," Jake berjanji dengan suara rendah dan pasti. --- Halaman 58

***

Karena satu hal, kehidupan Melly yang semula sempurna menjadi kacau. Karirnya yang menanjak harus ditinggalkan, Ricky sang tunangan tiba-tiba menghilang. Melly harus menghadapi penyakitnya seorang diri. Begitu dinyatakan sembuh total, Melly mengurung dirinya di sebuah apartemen dan menggeluti pekerjaan barunya yakni menjadi seorang pembuat kue, pekerjaan yang mulanya dilakukan hanya untuk mengisi kekosongan dalam kehidupan Melly.

Saat ia mengantarkan pesanan ke alamat apartemen yang sama dengannya, ia bertemu dengan Andrew dan Jake. Andrew adalah seorang bocah sebelas tahun, adik Jake, yang menerima pesanan itu. Karena pembawaan Andrew yang menyenangkan dan memiliki bibit playboy di masa depan, membuat Melly berhasil terkena rayuan maut bocah cilik tersebut. Padahal sebenarnya Jake juga terkenal sebagai pria yang dapat dengan mudah memikat wanita mana pun, tapi dia tahu diri untuk tidak mengeluarkan pesonanya di momen pertama bertemu. Bahkan Jake berkali-kali meminta maaf karena kelakuan adiknya itu.

Karena Andrew mengatakan bahwa dia menyukai Melly dan mau belajar memasak untuk memikat Pammy, cewek yang ditaksirnya yang sedang tergila-gila dengan peserta Junior Master Chef, Andrew jadi sering mengunjungi Melly. Padahal Melly adalah seseorang yang tertutup, lagu-lagu yang didengarnya mengisyaratkan kepedihan dalam kehidupannya. Jake yang tidak sengaja mendengarnya merasa penasaran.

Pada akhirnya, mereka memang menjadi tetangga yang berhubungan baik. Suatu saat, mereka bertiga merencanakan liburan dadakan ke Bogor. Saat liburan itulah rupanya rahasia yang selama ini dipendam oleh Melly terbongkar. 

Sementara itu, Jake memiliki kekasih bernama Sherly. Sedangkan Melly, dia tidak bisa begitu saja menghilangkan sosok Ricky mantan tunangannya itu. Kehadiran mereka membuat hubungan Jake dan Melly menjadi berwarna. Padahal, mereka sama-sama mengingkari perasaan masing-masing, dan ingin tetap menjaga hubungan baik mereka sebagai teman.

***

Pertama, saya mau komentari covernya. Saya agak sedikit kecewa karena, dengan adanya cap lipstik di cangkir yang ada di cover, mengesankan kalau novel ini seolah seperti novel sensual. Padahal nyatanya tidak. Oke, meskipun ada beberapa bagian yang mengisyaratkan itu tapi ternyata novel ini membawa spirit yang lain, yang lebih dari sekadar hubungan romansa dua orang manusia. 

Nah sekarang, saya mau membahas karakternya. Penulis menggambarkan karakter-karakter yang ada di novel ini dengan begitu manis. Benar-benar pas. Melly yang frustrasi dengan keadaan yang menimpanya, bagaimana dia menjadi melankolis dan berupaya sekuat tenaga untuk menutupi kekurangannya itu, benar-benar terasa nyata. 

Sementara Jake, meskipun dia seperti sosok lelaki playboy, don juan, atau apalah-apalah istilahnya untuk menggambarkan sosok dan perilakunya, namun masih dalam batas yang wajar. Katakanlah kalau Jake ini benar-benar asli orang Indonesia, tentu tidak dibenarkan perilaku playboy-nya. Tapi dia kan bule. Sosoknya tidak digambarkan pure playboy yang terkesan bastard, namun Jake benar-benar seperti pria normal lainnya. Maksudnya, dia penyayang juga. Jake begitu menyayangi adik kecilnya. Dia juga mungkin hanya ada satu di antara jutaan pria "sempurna" di luar sana yang mau menerima seorng wanita apa adanya, dengan segala kekurangan yang dimilikinya. Ini membuat sosok Jake menjadi dicintai.

Lalu Andrew, si bocah cilik yang begitu dewasa, dan menyimpan bibit playboy dalam dirinya, benar-benar karakter yang penting di sini. Keberadaan Andrew membuat hubungan Jake dan Melly terjalin dan terasa natural, untuk ukuran pertemuan singkat mereka. 

Ricky, ah nggak usah bahas Ricky lah, menyebalkan pokoknya. Kriteria cowok kebanyakan--hehehe maaf kalau kedengarannya skeptis.

Berkali-kali saya dibuat ngilu dengan deskripsi penulis menggambarkan sosok kekurangan Melly. Feelnya benar-benar dapat! Selain itu, rasa frustrasi yang dialami Melly juga benar-benar terasa. Memang, manusia terkadang suka menyembunyikan kelemahannya di depan orang lain. Rasanya benar-benar berat. Ketidakpercayaannya terhadap orang lain, apalagi keraguan apakah orang akan berperilaku sama setelah mengetahui itu, benar-benar digambarkan dengan tepat. Hantu-hantu masa lalu itu yang membayangi dan membuat kebahagiaan terhalang untuk masuk. Dan ketika sesuatu itu telah diketahui, rasanya benar-benar plong, meskipun kita akan dihantui oleh sesuatu lainnya: apakah orang yang mengetahui itu akan tetap menerima kita apa adanya atau justru malah menghilang pergi.

I know that feel hahaha.

Saya suka dengan cerita ini, karena berhasil membuat saya geregetan dengan alur ceritanya, apalagi kehadiran pengganggu-penggganggu itu benar-benar menyebalkan. =))

Terima kasih kepada iJak atas pinjamannya.

Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)