Kepalaku Ditembak Hanya untuk Bisa Sekolah

Judul : Kepalaku Ditembak Hanya untuk Bisa Seolah
Penulis : Hendri F. Isnaeni
Penerbit : Zaytuna
ISBN: 9786021835197
Tebal : 100 Halaman
Rating : 4 dari 5



”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan.” (Al Hadits)


Buku ini menceritakan tentang sosok Malala, seorang anak gadis yang ditembak kepalanya untuk bisa sekolah. Barangkali kisah ini sudah cukup familiar oleh kita, terlebih lagi saat kejadian tersebut berlangsung, di mana pada akhir tahun 2012, Malala yang tinggal di daerah konflik di Paksitan, pada suatu hari ditembak kepalanya oleh Taliban ketika berada di dalam bus. Seketika itu juga dunia mengutuk serangan tersebut. Bagaimana bisa seorang anak perempuan ditembak kepalanya hanya karena ingin bersekolah?

Dalam buku ini, kita dikenalkan dengan siapa sebenarnya sosok Malala. Mengapa Taliban mengincar kematiannya dan bagaimana kisahnya memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan?

Semua sepakat bahwa Malala bukanlah sosok anak remaja biasa. Hidup di daerah yang rawan konflik membuat ia menjadi seorang gadis luar biasa. Ayahnya pun bukan seperti kebanyakan pria di tanahnya. Ziauddin adalah seorang guru dan kepala sekolah, penyair dan juga aktivis. Sampai di sini, saya tentu meyakini bahwa orangtua memiliki pengaruh besar dalam tumbuh dan kembang anak. Malala bisa menjadi sosok inspirasional seperti itu karena ia memiliki orangtua yang hebat. 

Akhir 2008, kepala BBC bahasa Urdu ingin meliput tentang pengaruh Taliban di Swat (tempat tinggal Malala) dari sudut pandang anak sekolah. Ia menyarankan untuk mencari anak sekolah untuk menulis blog anonim tentang kehidupan mereka di sana. Mereka menghubungi Ziauddin Yousafzai untuk mencari siswinya. Awalnya seorang siswi bersedia menuliskan ceritanya, tapi orangtuanya melarang karena takut akan pembalasan Taliban. Akhirnya Ziauddin menawarkan putrinya sebagai koresponden. Maka, terbitlah buku harian tersebut dengan nama samaran (demi keamanan Malala sendiri, ia menggunakan nama samaran untuk penerbitan kisahnya) Gul Makai, yang dalam bahasa Urdu artinya "Bunga Jagung".

Meskipun pihak BBC mengkawatirkan keselamatan Malala dari kemungkinan Taliban mengetahui jati dirinya, namun tidak dapat mengendalikan tindakan ayah Malala yang membawa gadis itu ke acara klub media lokal di Peshawar. Di sana, Malala memberikan pidato "Beraninya Taliban mengambil hak dasarku untuk memperoleh pendidikan?" yang disiarkan secara luas oleh media di seluruh Pakistan.

Pada Desember 2009, karir politik Malala telah dimulai saat ia menjadi pimpinan majelis yang dipenuh anak-anak, yakni di Majelis Anak Distrik Swat. Majelis ini didirikan oleh Yayasan Khpal Kor dengan dukungan Unicef (PBB) untuk memberikan kesempatan unik kepada anak-anak muda untuk menyuarakan keprihatinan mereka tentang su hak-hak anak dan untuk menyajikan solusi mengatasi masalah itu. Sejak saat itu, Malala kemudian dikenal, bahkan hingga dunia internasional.

Bagi Taliban, Malala adalah sebuah ancaman. "Dia masih muda tapi dia mempromosikan budaya Barat di daerah Pashtun. Dia pro-Barat, dia bersuara melawan Taliban, dan dia menyebut Presiden Obama adalah idolanya." Begitu kata juru bicara Taliban sehari setelah insiden penembakan tersebut. Sedikit saya mau menjelaskan bahwa Taliban di Pakistan sebenarnya bukan Taliban yang diperangi oleh Amerika Serikat dan sekutunya di Afghanistan. Mereka mengadopsi nama Taliban karena memang dekat dengan kelompok tersebut. Mereka menggunakan taktik seperti Taliban, dan menganggap mereka adalah sekutu. Target utama Taliban yang ini adalah Pakistan karena mereka membenci kedekatan Pakistan dengan Barat. Pada Mei 2009 pasukan pemerintah kembali bentrok dengan Pakistan. Pemberontakan seperti ini kerap terjadi, dan tentu saja korbannya adalah masyarakat sipil. Mereka tidak dapat hidup dengan damai karena dirongrong oleh peperangan dan masalah keamanan. Taliban pun mengecam kesetaraan pendidikan, sehingga membuat diskriminasi pendidikan terjadi. Anak perempuan tidak berhak untuk mengenyam bangku sekolah. Namun tidak hanya sampai di situ juga, bahkan sekolah menjadi sasaran penyerangan kelompok ekstrimis tersebut.

Penembakan Malala membuat mata dunia tertuju padanya. Membuka mata dan menjadikan mata rantai perjuangan Malala yang merupakan simbolisasi perlawanan terhadap diskriminasi pendidikan, peperangan, dan apa yang terjadi pada tempat tinggalnya menjadi sorotan dunia. Bahwa peperangan--bahkan yang beratasnamakan agama--tetaplah menjadi sebuah peperangan. Tidak ada yang lebih dikorbankan selain warga sipil yang merindukan perdamaian, hidup tenang, mengenyam bangku pendidikan dengan aman tanpa ada rasa ketakutan. Islam adalah agama yang rahmatan lil 'alamiin, rahmat bagi seluruh semesta alam. Islam agama yang cinta damai. Bahkan dalam Islam, menuntut ilmu adalah sebuah perkara wajib, tidak hanya bagi kaum laki-laki, juga bagi perempuan. Barangkali memang ada kepentingan, atau konspirasi apapun di balik segala peperangan yang terjadi di muka bumi, adalah sebuah kesalahan besar menyalahkan agama dalam konflik maupun peperangan yang terjadi. 

1 komentar:

  1. pendidikan memang sangat mahal, semoga bisa menjadi pribadi yang baik untuk kedepannya kunjungi juga ya untuk streaming/download movie box office HD free

    ReplyDelete

Recent Quotes

"Suatu ketika, kehidupanmu lebih berkisar soal warisanmu kepada anak-anakmu, dibanding apa pun." ~ Dawai-Dawai Ajaib Frankie Presto

Setting

Indonesia (40) Amerika (17) Inggris (11) Jepang (5) Perancis (4) Norwegia (3) Spanyol (3) Belanda (2) Irlandia (2) Korea (2) Saudi Arabia (2) Yunani (2) Australia (1) Fiji (1) Italia (1) Mesir (1) Persia (1) Swedia (1) Switzerland (1) Uruguay (1) Yugoslavia (1)

Authors

Jostein Gaarder (7) Paulo Coelho (6) Mitch Albom (4) Sabrina Jeffries (4) Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (4) Colleen Hoover (3) Ilana Tan (3) John Green (3) Prisca Primasari (3) Annisa Ihsani (2) Cecelia Ahern (2) John Grisham (2) Miranda Malonka (2) Seplia (2) Sibel Eraslan (2) Suarcani (2) Adara Kirana (1) Adityayoga & Zinnia (1) Ainun Nufus (1) Aiu Ahra (1) Akiyoshi Rikako (1) Alice Clayton (1) Alicia Lidwina (1) Anggun Prameswari (1) Anna Anderson (1) Asri Tahir (1) Astrid Zeng (1) Ayu Utami (1) Charles Dickens (1) Christina Tirta (1) David Levithan (1) Deasylawati (1) Dee Lestari (1) Desi Puspitasari (1) Dewi Kharisma Michellia (1) Dy Lunaly (1) Dya Ragil (1) Elvira Natali (1) Emily Bronte (1) Emma Grace (1) Erlin Natawiria (1) Esi Lahur (1) Fakhrisina Amalia (1) Ferdiriva Hamzah (1) Frances Hodgson Burnett (1) Fredrick Backman (1) G.R.R. Marten (1) Gina Gabrielle (1) Haqi Achmad (1) Harper Lee (1) Hendri F Isnaeni (1) Ifa Avianty (1) Ika Natassa (1) Ika Noorharini (1) Ika Vihara (1) Indah Hanaco (1) JK Rowling (1) James Dashner (1) John Steinbeck (1) Jonathan Stroud (1) Kang Abik (1) Katherine Rundell (1) Korrie Layun Rampan (1) Kristi Jo (1) Kyung Sook Shin (1) Lala Bohang (1) Laura Lee Guhrke (1) Lauren Myracle (1) Maggie Tiojakin (1) Marfuah Panji Astuti (1) Mario F Lawi (1) Mark Twain (1) Maureen Johnson (1) Mayang Aeni (1) Najib Mahfudz (1) Nicholas Sparks (1) Novellina (1) Okky Madasari (1) Orizuka (1) Peer Holm Jørgensen (1) Pelangi Tri Saki (1) Primadonna Angela (1) Puthut EA (1) Rachel Cohn (1) Rainbow Rowell (1) Ratih Kumala (1) Rio Haminoto. Gramata (1) Rio Johan (1) Shinta Yanirma (1) Silvarani (1) Sisimaya (1) Sue Monk Kidd (1) Sylvee Astri (1) Tasaro GK (1) Thomas Meehan (1) Tia Widiana (1) Trini (1) Vira Safitri (1) Voltaire (1) Winna Efendi (1) Yuni Tisna (1)